Jadwal Sholat

Waktu Sholat Untuk Kota-kota di Dunia
Country:

16 November, 2009

Batas Dua Lautan - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an



Gambar 13. Air laut Mediterania ketika memasuki Atlantik melalui selat Jibraltar turun ke kedalaman dengan tetap membawa sifatnya yang lebih hangat, berkadar garam lebih tinggi dan lebih pekat karena ada batas yang membagi antara kedua lautan tersebut. Suhu dalam derajat Celsius. (Marine Geology, Kuenen, hal. 43, dengan sedikit perubahan.)

Ilmu pengetahuan moderen telah mengungkapkan bahwa pada tempat-tempat di mana dua lautan yang berlainan bertemu ada batas di antara keduanya. Batas ini membagi kedua lautan sehingga setiap laut memiliki suhu, kadar garam dan kepekatan tersendiri. Sebagai contoh, laut Mediterania memiliki air yang hangat, berkadar garam tinggi dan lebih pekat dibandingkan dengan lautan Atlantik. Ketika laut Mediterania memasuki Atlantik melalui selat Jibraltar, airnya bergerak beberapa ratus kilometer ke wilayah Atlantik pada kedalaman 1000 meter dengan tetap mempertahankan sifatnya yang hangat, berkadar garam tinggi dan lebih pekat. Pada kedalaman ini, air laut Mediterania berada dalam keadaan stabil. Meskipun ada ombak besar, arus dan pasang surut yang kuat, seolah-olah ada batas yang menghalangi pencampuran air dari ke dua lautan ini (lihat gambar 13).

Al Qur'an menyebutkan bahwa ada batas antara dua lautan yang bertemu dan keduanya tidak melampaui batasan ini. Allah berfirman:

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. (Al Qur'an, Ar-Rahman (55):19-20)

...

Informasi semacam di atas baru diketahui manusia pada abad terakhir melalui peralatan canggih untuk mengukur suhu, kadar garam, kepekatan, kelarutan oksigen dan seterusnya. Mata manusia tak bisa melihat perbedaan antara ke dua lautan yang bertemu. Mereka tampak sama saja.

14 November, 2009

Menjadi Dewasa

Mejadi Dewasa adalah Pilihan hidup seorang manusia dlm mengarungi samudra kehidupan,sedangkan menjadi TUA adalah suatu keharusan yg harus dijalani masing masing manusia karena ini adalah sunatulloh.Tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita melihat banyak manusia tua dalam kehidupan tidak
mencerminkan perilaku DEWASA sering bertengkar karena hal hal yg sepele,suka melanggar aturan karena memikirkan kepentingannya sendiri,merasa bahwa dialah yg paling benar sendiri di berbagai hal.
Padahal sempurnanya sari'at IBADAH itu salah satunya adalah karena perilaku DEWASA..!contoh kasus
masih banyak saudara kita sesama muslim yg merasa paling benar sendiri dan tidak segan segan berperilaku anarkis untuk memaksakan kehendaknya dan diantaranya adalah orang-orang TUA.....!.
Perilaku memalukan ini terjadi karena kurangnya pemahaman iman seseorang dan dibungkusnya jiwa seseorang oleh nafsu..,rasa sombong...,kebodohan.....dalam memahami ajaran agama..!.Cobalah dan
mari kita pahami arti kata REBUTAN SALAH bukan REBUTAN BENAR dlm menyelesaikan hal hal yg tidak prinsip dlm kehidupan ini Insya Alloh permasalahan diantara kita bisa cepat selesai dibandingkan dg rebutan benar.Jadilah Manusia TUA yg DEWASA jangan menjadi ANAK KECIL yg JENGGOTAN dan UBANAN....dan Jangan sombong bila kita merasa BENAR karena belum tentu kita ADIL..dan Jangan sombong bila sudah merasa ADIL karena kita belum tentu BIJAKSANA..!

Jalan Tengah Penyatuan Awal Bulan



Oleh Tasrief Surungan*

Setiap tahun, umat Islam di tanah air akan selalu berhadapan dengan kemungkinan hari raya ganda sebelum solusi yang tepat dapat ditemukan. Tulisan ini mengulas akar perbedaan penetapan awal bulan, termasuk Ied Alfitri, dan peluang solusinya dari sudut tinjauan ayat-ayat Qauliyah dan Kauniyah.

Mengawali dari Definisi

Sebenarnya, landasan penetapan awal Ramadan dan idul fitri disepakati oleh semua ulama Islam, yaitu kenampakan hilal, sesuai hadits Nabi sebagai berikut: "Janganlah kalian berpuasa hingga melihat Hilal atau kalian menyempurnakan jumlah bilangan Sya'ban dan janganlah kalian berbuka (mengakhiri Ramadhan) hingga kalian melihat Hilal (awal Syawal) atau kalian meyempurnakan jumlah bilangan bulan Ramadhan." (HR. Muslim).

Masalah timbul karena kekeliruan pemahaman, yaitu anggapan bahwa hilal adalah bulan, padahal bukan. Hilal yang bentuknya menyerupai sabit di ufuk barat saat matahari terbenam pada setiap awal bulan Hijriah adalah kenampakan bulan. Jadi, bukan “bulannya”. Hilal itu, fenomena cahaya, refleksi sinar matahari oleh bulan ke bumi. Eksitensi hilal bergantung pada ada tidaknya cahaya, sedangkan bulan tidak. Hilal adalah obyek yang menempel pada bulan.

Dalam Astronomi, hilal adalah salah satu fase bulan (moon phase), yaitu fase terkecil. Fase bulan membawa banyak informasi, selain sebagai tanda waktu juga memuat informasi letak matahari setelah terbenam. Mengamati fase bulan, kita dapat membayangkan letak planet bumi di jagad raya. Fase bulan juga dapat berfungsi sebagai penunjuk arah, termasuk clue mengenai arah kiblat.

Kekeliruan memaknai hilal dari muatan hadits Nabi yang dikutip di atas menjadi akar perbedaan dalam penentuan awal bulan. Secara astronomis, penentuan posisi bulan dengat tepat memang dimungkinkan. Itu sebabnya sebagian umat Islam yang percaya bahwa cukup melalui perhitungan, kita dapat menentukan secara akurat awal bulan. Perlu dipahami, faktor ini secara ilmiah tidak cukup (insufficient) sebab posisi bulan hanya salah satu dari beberapa variabel kenampakan hilal. Kendati posisi bulan di atas ufuk menjadi prasyarat, variabel lain yaitu sudut elongasi bulan-matahari dan usia bulan setelah konjunksi (ijtimak) tetap harus diperhitungkan.

Sesungguhnya Al-Qur'an memberi definisi yang sangat akurat tentang hilal, yaitu dalam ayat berikut:"Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah hilal itu adalah tanda tanda waktu bagi manusia dan ibadah haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakngnya. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS 2:189)

Definisi fungsional ini menyebut hilal sebagai tanda waktu. Hal ini jelas karena hilal muncul secara berkala, sekali sebulan. Logika umum, yang disebut tanda biasanya ada gambar berupa lambang. Dengan kata lain ada kenampakan (visibility). Kuantisasi kenampakan hilal yang hanya memperhitungkan posisi jelas tidak memadai (inadequate), terlebih jika kategorinya ekstrim misalnya menganggap kelahiran bulan baru adalah kapan saja setelah konjunksi. Temuan ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa agar hilal dapat teramati maka posisi bulan minimal dua derajat di atas ufuk saat magrib (matahari terbenam). Aspek lain yang patut dicermati adalah letak ayat ini serumpun dengat ayat-ayat puasa. Ini mengisyaratkan bahwa hilal memang tidak dapat dipisahkan dengan penetuan awal bulan (Ramadhan) sekaligus Ied Alfitri sebagaimana juga ditekankan oleh Nabi melalui hadith di atas.

Penekanan agar tidak keliru mendefinisikan hilal masih berlanjut pada bagian berikutnya yaitu: Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakngnya. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Sepintas, bagian ayat ini seolah keluar dari konteks sebab tidak terkait langsung dengan topik utama, yaitu hilal. Gaya bahasa Al-Qur'an memang sangat indah, tinggi sekaligus diperuntukkan bagi kaum yang suka berfikir (ulil albab).

Secara umum, bagian ini mengandung pesan bahwa dalam membahas sesuatu harus dari “pintu masuknya”. Bukankah definisi merupakan awal dari perbincangan tentang ilmu? Allah SWT mengajari Adam AS tentang namanama juga terkait langsung dengan definisi.

Dari Definisi ke Jalan Tengah

Akar perbedaan penentuan awal bulan, termasuk Idul Fitri bukan karena perbedaan metode, tapi perbedaan menetapkan definisi. Rukyat dan hisab adalah metode. Rukyat adalah pengamatan (observasi) sedangkan hisab adalah perhitungan. Metodologi berbeda dapat memberi hasil yang sama jika dipakai di atas definisi yang disepakati. Jika definisi kenampakan hilal diperhitungkan maka penggabungan keduanya justru akan saling menguatkan, bukan melemahkan.

Ada upaya kuantisasi hilal yang secara ilmiah cukup representatif yaitu yang lazim disebut sebagai Imkanur Rukyat. Kriteria visibilitas hilal melalui cara ini memperhitungkan faktor tambahan selain posisi. Metoda gabungan ini sesungguhnya dapat dipandang sebagai jalan tengah sebab mengapdosi syarat kenampakan hilal dan memperkecil peluang hari raya ganda.

Meskipun demikian, karena fenomena hilal tidak bersifat deterministik melainkan stokastik bahkan bersifat kuantum, maka tetap diperlukan observasi. Observasi sebagai anjuran shariah merupakan unsur utama metoda ilmiah. Ilmu pengetahuan berkembang melalui jalinan erat antara teori dan observasi.

Keutuhan Umat

Sejauh ini, perbedaan hari raya sering terjadi dan sudah dianggap biasa. Umat, sebagaimana juga para cendekiawan, menyikapi perbedaan ini dengan arif. Kendati ada riyak kecil di masyrakat, tetapi insya Allah tidak akan ada gejolak sosial akibat perbedaan hari raya. Dipahami bahwa perbedaan dalam tubuh umat islam adalah rahmat. Pesan ini bernilai luhur yang menunjukkan konsistensi ajaran Islam sebagai sumber kedamaian.

Hilal sebagai sandi persatuan memang seyogyanya menyatukan umat, bukan menjadikannya retak. Hilal adalah fenomena alam yang sarat makna yang sejak awal menjadi lambang dan bendera kaum muslimin. Hilal adalah simbol tauhid sekaligus persatuan. Tidak ada sekat apalagi jurang pemisah di antara kaum muslimin. Pesan luhur dari frase "perbedaan sebagai rahmat" bersifat multidimensi. Selain sebagai bahan perekat demi menjaga keutuhan dan kesatuan umat, juga menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan pemikiran umat.

Perbedaan adalah arena untuk mengasah ketajaman intuisi dan intelektual sekaligus kearifan. Ia menjadi kekuatan besar saat dipadu dengan perintah Alquran untuk tidak berhenti mencari kebenaran. Artinya, pada satu sisi, ketika kebenaran itu belum ditemukan, atau sudah ditemukan namum belum dipahami, atau sudah dipahami tetapi keliru, maka janganlah perbedaan pendapat itu menyebabkan keretakan. Tetaplah satu dalam ikatan keagamaan, satu dalam ukhuwah.

Keliru menyikapi pesan tadi berarti gagal memaknai ajaran islam yang paling esensial. Pada sisi lain, ketika kebenaran dapat dipersepsi, hati yang volume spritualnya melebihi alam raya harus terbuka. Jalan tengah penetuan hari raya tersedia lebar. Permasalahannya sekarang, siapkah kita membuka diri untuk memulai dari definisi yang sama dan benar? Jika tidak maka perayaan hari raya ganda akan tetap langgeng, padahal sesungguhnya umat merindukan satu hari raya.

* Penulis adalah Lektor Kepala Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin, Makassar

13 November, 2009

Berqurban

Qurban dalam istilah fikih adalah Udhiyyah (الأضحية) yang artinya hewan yang disembelih waktu dhuha, yaitu waktu saat matahari naik. Secara terminologi fikih, udhiyyah adalah hewan sembelihan yang terdiri onta, sapi, kambing pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasriq untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kata Qurban artinya mendekatkan diri kepada Allah, maka terkadang kata itu juga digunakan untuk menyebut udhiyyah.

Mempersembahkan persembahan kepada tuhan-tuhan adalah keyakinan yang dikenal manusia sejaka lama. Dalam kisah Habil dan Qabil yang disitir al-Qur'an disebutkan Qurtubi meriwayatkan bahwa saudara kembar perempuan Qabil yang lahir bersamanya bernama Iqlimiya sangat cantik, sedangkan saudara kembar perempuan Habil bernama Layudza tidak begitu cantik. Dalam ajaran nabi Adam dianjurkan mengawinkan saudara kandung perempuan mendapatkan saudara lak-laki dari lain ibu. Maka timbul rasa dengki di hati Qabil terhadap Habil, sehingga ia menolak untuk melakukan pernikahan itu dan berharap bisa menikahi saudari kembarnya yang cantik. Lalu mereka sepakat untuk mempersembahkan qurban kepada Allah, siapa yang diterima qurbannya itulah yang akan diambil pendapatnya dan dialah yang benar di sisi Allah. Qabil mempersembahkan seikat buah-buahan dan habil mempersembahkan seekor domba, lalu Allah menerima qurban Habil.

Qurban ini juga dikenal oleh umat Yahudi untuk membuktikan kebenaran seorang nabi yang diutus kepada mereka, sehingga tradisi itu dihapuskan melalui perkataan nabi Isa bin Maryam.Tradisi keagamaan dalam sejarah peradaban manusia yang beragam juga mengenal persembahan kepada Tuhan ini, baik berupa sembelihan hewan hingga manusia. Mungkin kisah nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anaknya adalah salah satu dari tradisi tersebut.

Dalam al-Qur'an dikisahkan:

37. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

37. 103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

37. 104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

37. 105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Yang dimaksud dengan "membenarkan mimpi" ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.

37. 106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

37. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Sesudah nyata kesabaran dan keta'atan Ibrahim dan Ismail a.s. maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing).

Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari Raya Haji.

Persembahan suci dengan menyembelih atau mengorbankan manusia juga dikenal peradaban Arab sebelum Islam. Disebutkan dalam sejarah bahwa Abdul Mutalib, kakek Rasululluah, pernah bernadzar kalau diberi karunia 10 anak laki-laki maka akan menyembelih satu sebagai qurban. Lalu jatuhlah undian kepada Abdullah, ayah Rasulullah. Mendengar itu kaum Quraish melarangnya agar tidak diikuti generasi setelah mereka, akhirnya Abdul Mutalib sepakat untuk menebusnya dengan 100 ekor onta. Karena kisah ini pernah suatu hari seorang badui memanggil Rasulullah "Hai anak dua orang sembelihan" beliau hanya tersenyum, dua orang sembelihan itu adalah Ismail dan Abdullah bin Abdul Mutalib.

Begitu juga persembahan manusia ini dikenal oleh tradisi agama pada masa Mesir kuno, India, Cina, Irak dan lainnya. Kaum Yahudi juga mengenal qurban manusia hingga Masa Perpecahan. Kemudian lama-kelamaan qurban manusia diganti dengan qurban hewan atau barang berharga lainnya. Dalam sejarah Yahudi, mereka mengganti qurban dari menusia menjadi sebagian anggota tubuh manusia, yaitu dengan hitan. Kitab injil penuh dengan cerita qurban. Penyaliban Isa menurut umat Nasrani merupakan salah satu qurban teragung. Umat Katolik juga mengenal qurban hingga sekarang berupa kepingan tepung suci. Pada masa jahilyah Arab, kaum Arab mempersembahkan lembu dan onta ke Ka'bah sebagai qurban untuk Tuhan mereka.

Ketika Islam turun diluruskanlah tradisi tersebut dengan ayat Allah:5. 2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah [389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya [391], dan binatang-binatang qalaa-id [392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya [393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.

Islam mengakui konsep persembahan kepada Allah berupa penyembelihan hewan, namun diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bersih dari unsur penyekutuan terhadap Allah. Islam memasukkan dua nilai penting dalam ibadah qurban ini, yaitu nilai historis berupa mengabadikan kejadian penggantian qurban nabi Ibrahim dengan seekor domba dan nilai kemanusiaan berupa pemberian makan dan membantu fakir miskin pada saat hari raya. Dalam hadist riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Zaid bin Arqam, suatu hari Rasulullah ditanyai "untuk aapa sembelihan ini?" belian menjawab: "Ini sunnah (tradisi) ayah kalian nabi Ibrahim a.s." lalu sahabat bertanya:"Apa manfaatnya bagi kami?" belau menjawab:"Setiap rambut qurban itu membawa kebaikan" sahabat bertanya: "Apakah kulitnya?" beliau menjawab: "Setiap rambut dari kulit itu menjadi kebaikan".

Qurban juga ditujukan untuk memberi makan jamaah haji dan penduduk Makkah yang menunaikan ibadah haji. Dalam surah al-Hajj ditegaskan"

22. 34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).Begitu juga dijelaskan:

22. 27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus [985] yang datang dari segenap penjuru yang jauh, [985]. "Unta yang kurus" menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji.

22. 28. supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan [986] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak [987]. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. [986]. "Hari yang ditentukan" ialah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. [987].

Dalil-dalil qurban:

1. Firman Allah dalam surah al-Kauthar: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah". Ayat ini boleh dijadikan dalil disunnahkannya qurban dengan asumsi bahwa ayat tersebut madaniyyah, karena ibadah qurban mulai diberlakukan setelah beliau hijrah ke Madinah.

2. Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik r.a.:"Rasulullah berqurban dengan dua ekor domba gemuk bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau dengan membaca bismillah dan takbir, beliau menginjakkan kakinya di paha domba".

Hukum Qurban:

1. Mayoritas ulama terdiri antar lain: Abu Bakar siddiq, Uamr bin Khattab, Bilal, Abu Masud, Said bin Musayyab, Alqamah, Malik, Syafii Ahmad, Abu Yusuf dll. Mengatakan Qurban hukumnya sunnah, barangsiapa melaksanakannya mendapatkan pahala dan barang siapa tidak melakukannya tidak dosa dan tidak harus qadla, meskipun ia mampu dan kaya.Qurban hukumnya sunnah kifayah kepada keluarga yang beranggotakan lebih satu orang, apabila salah satu dari mereka telah melakukannya maka itu telah mencukupi. Qurban menjadi sunnah ain kepada keluarga yang hanya berjumlah satu orang. Mereka yang disunnah berqurban adalah yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya yang kebutuhan makanan dan pakaian.

2. Riwayat dari ulama Malikiyah emngatakan qurban hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.

Adakah nisab qurban?

Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran seseorang disunnahkan melakukan qurban. Imam Hanafi mengatakan barang siapa mempunyai kelebihan 200 dirham atau memiliki harta senilai itu, dari kebutuhan tinggal, pakaian dan kebutuhan dasarnya.

Imam Ahmad berkata: ukuran mampu quran adalah apabila dia bisa membelinya dengan uangnya walaupun uang tersebut didapatkannya dari hutang yang ia mampu membayarnya.

Imam Malik mengatakan bahwa ukuran seseorang mampu qurban adalah apabila ia mempunyai kelebihan seharga hewan qurban dan tidak memerlukan uang tersebut untuk kebutuhannya yang mendasar selama setahun. Apabila tahun itu ia membutuhkan uang tersebut maka ia tidak disunnahkan berqurban.

Imam Syafii mengatakan: ukuran mampu adalah apabila seseorang mempunyai kelebihan uang dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, senilai hewan qurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq.

Keutamaan qurban:

1. Dari Aisyah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda:"Amal yang paling disukai Allah pada hari penyembelihan adalah mengalirkan darah hewan qurban, sesungguhnya hewan yang diqurbankan akan datang (dengan kebaikan untuk yang melakukan qurban) di hari kiamat kelak dengan tanduk-tanduknya, bulu dan tulang-tulangnya, sesunguhnya (pahala) dari darah hewan qurban telah datang dari Allah sebelum jatuh ke bumi, maka lakukanlah kebaikan ini". (H.R. Tirmidzi).

2. Hadist Ibnu Abbas Rasulullah bersabda:"Tiada sedekah uang yang lebuh mulia dari yang dibelanjakan untuk qurban di hari raya Adha"(H.R. Dar Qutni).

Waktu penyembelihan Qurban

Dari Jundub r.a. :Rasulullah melaksanakan sholat (idulAdha) di hari penyembelihan, lalu beliau menyembelih, kemudian beliau bersabda:"Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka hendaknyha ia mengulangi penyembelihan sebagai ganti, barangsiapa yang belum menyembelih maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah". (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari Barra' bin 'Azib, bahwa paman beliau bernama Abu Bardah menyembelih qurban sebelum sholat, lalu sampailah ihwal tersebut kepada Rasulullah s.a.w. lalu beliau bersabda:"Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka ia telah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa menyembelih setelah sholat maka sempurnalah ibadahnya dan sesuai dengan sunnah (tradisi) kaum muslimin"(H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadist Barra' bin 'Azib, Rasulullah s.a.w. bersabda:"Pekerjaan yang kita mulai lakukan di hari ini (Idul Adha) adalah sholat lalu kita pulang dan menyembelih, barangsiapa melakukannya maka telah sesuai dengan ajaran kami, dan barangsiapa memulai dengan menyembelih maka sesungguhnya itu adalah daging yang ia persembahkan untuk keluarganya dan tidak ada kaitannya dengan ibadah"(H.R. Muslim).

Imam Nawawi menegaskan dalam syarah sahih Muslim bahwa waktu penyembelihan sebaiknya setelah sholat bersama imam, dan telah terjadi konsensus (ijma') ulama dalam masalah ini. Ibnu Mundzir juga menyatakan bahwa semua ulama sepakat mengatakan tidak boleh menyembelih sebelum matahari terbit.

Adapun setelah matahari terbit, Imam Syafi'i dll menyatakan bahwa sah menyembelih setelah matahari terbit dan setelah tenggang waktu kira-kira cukup untuk melakukan sholat dua rakaat dan khutbah. Apabila ia menyembelih pada waktu tersebut maka telah sah meskipun ia sholat ied atau tidak.

Imam Hanafi mengatakan: waktu penyembelihan untuk penduduk pedalaman yang jauh dari perkampungan yang ada masjid adalah terbitnya fajar, sedangkan untuk penduduk kota dan perkampungan yang ada masjid adalah setelah sholat iedul adha dan khutbah ied.

Imam Malik berkata: waktu penyembelihan adalah setelah sholat ied dan khutbah. Imam Ahmad berkata: waktunya adalah setelah sholat ied.Demikian, waktu penyembelihan berlanjut hingga akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.

Tidak ada dalil yang jelas mengenai batas akhir waktu penyembelihan dan semua didasarkan pada ijtihad, yaitu didasarkan pada logika bahwa pada hari-hari itu diharamkan berpuasa maka selayaknya itu menjadi waktu-waktu yang sah untuk menyembelih qurban.

Menyembelih di malam hari

Menyembelih hewan qurban di malam hari hukumnya makruh sesuai pendapat Imam Syafii. Bahkan menurut imam Malik dan Ahmad: menyembelih pada malam hari hukumnya tidak sah dan menjadi sembelihan biasa, bukan qurban.

Hewan yang disembelih:

Imam Nawawi dalam syarah sahih Muslim menegaskan telah terjadi ijma' ulama bahwa tidak sah melakukan qurban selain dengan onta, sapi dan kambing. Riwayat dari Ibnu Mundzir Hasan bin Sholeh mengatakan sah berqurban dengan banteng untuk tujuh orang dan dengan kijang untuk satu orang.

Adapun riwayat dari Bilal yang mengatakan: "Aku tidak peduli meskipun berqurban dengan seekor ayam, dan aku lebih suka memberikannya kepada yatim yang menderita daripada berqurban dengannya", maksudnya bahwa beliau melihat bahwa bersedekah dengan nilai qurban lebih baik dari berqurban. Ini pendapat Malik dan Tsauri. Begitu juga riwayat sebagian sahabat yang membeli daging lalu menjadikannya qurban, bukanlah menunjukkan boleh berqurban dengan membeli daging, melainkan itu sebagai contoh dari mereka bahwa qurban bukan wajib melainkan sunnah.

Makan daging qurban

Hukum memakan daging qurban yang dilakukan untuk dirinya sendiri, apabila qurban yang dilakukan adalah nadzar maka haram hukumnya memakan daging tersebut dan ia harus menyedekahkan semuanya. Adapun qurban biasa, maka dagingnya dibagi tiga, sepertiga untuk dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk dihadiahkan dan sepertiga untuk disedekahkan.

Membagi tiga ini hukumnya sunnah dan bukan merupakan kewajiban. Qatadah bin Nu'man meriwayatkan Rasulullah bersabda:"Dulu aku melarang kalian memakan daging qurban selama tiga hari untuk memudahkan orang yang datang dari jauh, tetapi aku telah menghalalkannya untuk kalian, sekarang makanlah, janganlah menjual daging qurban dan hadyu, makanlah, sedekahkanlah dan ambilah manfaat dari kulitnya dan janganlah menjualnya, apabila kalian mengharapkan dagingnya maka makanlah sesuka hatimu"(H.R. Ahmad).

Sebaiknya dalam dalam melakukan qurban, pelakunyalah yang menyembelih dan tidak mewakilkannya kepada orang lain. Apabila ia mewakilkan kepada orang lain maka sebaiknya ia menyaksikan. Wallahu'alam bissowab

05 September, 2009

Mengapa Harus Bermadzhab ?

Negara kita di indonesia ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian guru guru kita dan guru guru mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga rasul saw, bukan sebagaimana orang orang masa kini yg mengambil ilmu dari buku terjemahan lalu berfatwa untuk memilih madzhab semaunya,

Kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah misalnya, maka madzhab disana kebanyakan hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa kini yg gemar mencari yg aneh dan beda, tak mau ikut jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yg lain, hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.


memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib, yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.

misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.

demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,

karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.

Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata, aku bermadzhabkan maliki, maka zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki mengajarkun wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii.

Demikian contoh kecil dari kebodohan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yg akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad yg ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?, atau ia tak berpegang pada salah satunya sebagaimana contoh diatas..

dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dg madzhab syafii nya,

demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain.

Tidak sah mengikuti madhabku(syafii) sebelum mengetahui dalilnya dari alquran atau hadits.
ucapan itu adalah untuk murid murid beliau yg sudah mencapai derajat para hujjatul islam (yg hafal lebih dari 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matan), dan juga Alhafidh (yg sudah hafal lebih dari 100.000 hadits berikut sanad dan hukum matan), dan mereka mereka itulah yg dimaksud oleh imam syafii.

bukan kita yg dimasa kini hanya bisa menemukan sisa sisa hadits yg tak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, bagaimana kita bisa mengetahui dan menghukumi fatwa beliau jika 90% hadits sudah tidak ada lagi dimuka bumi ini?

Imam Ahmad bin Hanbal ia hafal 1 juta hadits berikut sanad dan hukum matannya, ia adalah murid Imam syafii, demikian imam imam dimasa itu, tentunya Jutaan hadits yg ada dimasa itu kini sudah sirna,

hadits yg ada masa kini jika dikumpulkan semua riwayat dan sunan, kurang hanya dari 100.000 hadits berikut sanadnya.

maka kita lebih aman mengikuti fatwa fatwa mereka yg telah jelas dimasa itu,

ringkasnya, mana yg kita pilih, fatwa mereka dimasa adanya Jutaan hadits, atau fatwa mereka yg dimasa hanya ada puluhan ribu hadits?

tentunya kita memilih menelan fatwa mereka yg terdahulu, daripada fatwa yg dimasa yg mengandalkan sisa sisa hadits saja.

dan dibawa imam syafi terdapat belasan para Hujjatul Islam yg bermadzhabkan syafii, dan ribuan pakar hadits dan huffadh, hingga madzhab syafii menjadi madzhab terbesar dari madzhab lainnya

dan berkata Imam Ahmad bin Hanbal bahwa tidak pernah kulihat orang yg lebih ingin mengikuti sunnah mel;ebihi Imam Syafii.
Diposkan oleh Muhammad Luqman Firmansyah di 22:57
Label: Madzab

Adab Berdzikir

Untuk melaksanakan dzikir didalam thariqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya. Dalam kitab Al-Mafakhir Al-’Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal Adab adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Sya’roni, bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas) adab dilakukan pada saat berdzikir, 2(dua) adab dilakukan setelah selesai berdzikir.

Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;

1. Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.

2. Mandi dan atau wudlu.

3. Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha illallah.

4. Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.

5. Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah Saw, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.

Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;

1. Duduk di tempat yang suci seperti duduknya di dalam shalat..

2. Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.

3. Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.

4. Memakai pakaian yang halal dan suci.

5. Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.

6. Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.

7. Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh merupakan adab yang sangat penting.

8. Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).

9. Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).

10. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.

11. Menghadirkan makna dzikir di dalam hatinya.

12. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata “illallah” terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.

Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;

1. Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan mujahadah tiga puluh tahun.

2. Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini – menurut ulama thariqoh- lebih cepat menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan–bisikan hawa nafsu dan syetan.

3. Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij (gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan rasa tersebut.

Para guru mursyid berkata: ”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut.” Wallahu a’lam.

04 September, 2009

Malam Lailatul Qadar

# Banyak riwayat penjelasan mengenai malam mulia ini sbgbr saya sebutkan beberapa riwayat :

Malam lailatulqadar adalah malam 27 ramadhan, yg mana keesokan harinya matahari terbit namun tidak bersinar(tertutup awan tipis). (Shahih Muslim hadits no.762).

Malam lailatulgadar adalah 7 malam terakhir di bulan ramadhan (Shahih Muslim hadits no.1165).

malam lailatulqadar adalah sepuluh hari terakhir di malam ganjilnya (Shahih Muslim hadits no.1165)

dan masih banyak lagi riwayat lainnya yg menyifatkan malam mulia ini, siapapun Ummat Muhammad saw bisa mendapatkannya, namun kembali kepada diri mereka sendiri maukah mereka mendapatkannya dengan banyak berdzikir di malam hari, mneinggalkan televisinya dan kesibukan dunianya di malam malam mulia itu.

Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
# Mengenai malam lailatulqadr, itu tidak bisa dipastikan kapan munculnya, perlu saya jelaskan bahwa Lailatulqadr adalah salah satu malam dibulan Ramadhan yg sangat mulia, beda dari malam malam lainnya.
jadi bila kita beribadah setiap malam saja niscaya dapatlah salah satunya adalah lailatulqadr,
Lailatulqadr itu adalah kemuliaan sejak terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar. sebagaimana Firman Nya “KESEJAHTERAAN PADANYA (malam itu) HINGGA TERBITNYA FAJAR”. (QS Al Qadr).
jadi bukan suatu saat tertentu, tapi suatu malam tertentu, maka siapa saja yg beribadah di malam itu dihitung ibadah 1000 bulan.maka untuk memastikan kita mendapat lailatulqadr maka kita beribadah setiap malam, misalnya tarawih, tambah istighfar misalnya 1000X, atau alqur’an, maka pastilah salah satunya mengenai malam lailatulqqadr.

namun di malam lailatulqadr itu ada yg disebut SA’ATUL IJAABAH, suatu saat yg cuma beberapa detik saja, yg barangsiapa berdoa saat itu pastilah dikabulkan Allah swt, saat2 mulia itu ada juga di setiap hari jumat, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari.

siapapun bisa mendapatkan kemuliaan Lailatulqadr, namun tentunya Ummat Muhammad saw yg rajin beribadah di malam ramadhan. Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
# Sabda Rasulullah saw : temuilah Lailatulqadr pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan” (Shahih Bukhari)
maka ada riwayat yg menyebut malam ganjil, dan ada yg tidak menyebut malam ganjil, dan kedua riwayat itu kesemuanya shahih, dan teriwayatkan pada shahih Bukhari . Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
# Mengenai lailatulqadar diberikan untuk seluruh ummat beliau saw, mereka yg ibadah di malam itu maka dikalikan pahalanya seakan melakukannya setiap malam selama 1000 bulan, misalnya kita tarawih dimalam itu 23 rakaat, maka dihitung pahala shalat malam selama tiap malam selama 1000 bulan, maka beruntunglah yg banyak beribadah dimalam itu, maka semua ummat mendapatkannya, namun tergantung sedikit banyaknya mereka ibadah di malam itu. Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa
# Lailatul Qadar adalah sepanjang malam sejak terbenamnya matahari di malam itu hingga terbitnya fajar, sebagaimana firman Allah swt pada surat Alqadr : “Kesejahteraan dimalam itu hingga terbitnya fajar” (QS Al Qadr)maka siapa saja yg beribadah dimalam itu maka ia mendapat pahala ibadahnya 1000 bulan, misal ia shalat tarawih dimalam itu maka ia mendapat pahala tarawih tiap malam selama 1000 bulan, mereka yg tobat pada Allah di malam itu maka ia mendapat pahala tobat setiap malam selama 1000 bulan, Sumber Majelis Rasulullah Habib Munzir Al Musawwa