Jadwal Sholat

Waktu Sholat Untuk Kota-kota di Dunia
Country:

22 Agustus, 2009

Rasululloh dan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan. Orang mukmin dianjurkan untuk meraih sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyaknya kesempatan dalam berbuat kebajikan apapun bentuknya. Bila kita menelusuri jejak Rasululah saw. dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini, maka akan kita dapati hal-hal sbb:

  1. Beliau selalu bergegas memenuhi panggilan kebaikan, seperti salat berjama'ah, salat sunnah, mengeluarkan sedekah, membaca al-Qur'an dan sebagainya. Beliau bersabda: "Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, dibelenggulah syetan dan jin, ditutuplah pintu-pintu mereka, dan dibukalah pintu-pintu surga, kemudian diserukan: wahai orang yang mendambakan kebaikan, datanglah!! dan wahai orang yang tak suka kebaikan, bermalaslah!! (artinya, engganlah memperbanyak amalmu). Dan sesungguhnya dalam bulan Ramadhan ini setiap malamnya Allah swt. membebaskan orang-orang yang dikehendakiNYA dari api neraka. (Hadis riwayat Imam al-Turmudzi)
  2. Melipatgandakan amal perbuatan yang baik, baik yang fardlu maupun yang sunnah. Diriwayatkan oleh Salman, bahwa pada suatu hari di penghujung bulan Sya'ban Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian manusia, telah datang kepadamu bulan yang agung, penuh keberkahan, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan; diwajibkan padanya puasa; dan dianjurkan untuk menghidupkan malam-malamnya. Maka barang siapa yang mengerjakan satu kebajikan pada bulan ini, seolah-olah ia mengerjakan satu perintah kewajiban di bulan lain, dan siapa yang mengerjakan ibadah yang wajib, seakan-akan ia mengerjakan tujuh puluh kali kewajiban tersebut di bulan yang lain."

    Begitulah pahala mengerjakan ibadah sunnah sama dengan pahala mengerjakan ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib akan dibalas tujuh puluh kali lipat pahalanya.
  3. Beliau sangat pemurah dan sangat gemar bersedekah serta memberi makan orang yang berpuasa. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary ra., bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang paling pemurah, lebih-lebih pada bulan Ramadhan. Dilukiskan bahwa beliau bagaikan hembusan angin yang lembut, membawa banyak karunia, menabur kegembiraan di hati orang mukmin. Diriwayatkan pula bahwa beliau sangat penderma, bahkan tidak pernah menolak permintaan apapun yang diajukan ke beliau.
  4. Banyak berdo'a, terutama ketika hendak berbuka puasa. Beliau bersabda:
    "Saat-saat berbuka adalah saat yang paling tepat dan mujarab bagi orang yang berpuasa untuk berdoa." Dan doa yang selalu diucapkan ketika berdoa adalah "Ya Allah, hanya karenamu aku berpuasa, dan dengan rizkimu aku berbuka, telah hilang haus dan dahaka, maka tetap hauslah pahala bagiku, ya Allah!!".
  5. Selalu tadarus (membaca al-Qur'an). Setiap malam bulan Ramadhan Malaikat Jibril as. selalu datang menemui Rasulullah saw., dan bersama-sama membaca al-Qur'an, slih berganti. Hikmah tadarus Rasulullah di antaranya adalah untuk mengajarkan umatnya agar rajin membaca al-Qur'an atau tadarus, terutama di bulan suci Ramadhan itu, di setiap waktu, apalagi di malam hari, dan ketika mengerjakan salat malam (tahajjud).
  6. Meningkatkan gairah ibadahnya terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hal mana dilaksanakan untuk meraih terutama lailatul qadar. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadar dengan penih keimanan dan harapan, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah ia lakukan." Seperti kita ketahui, bahwa ibadah pada malam ini sama nilainya dengan kita beribadah seribu bulan lamanya. Dan doa yang paling afdhol (paling utama) diucapkan pada malam itu adalah: "Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Pemurah serta sangat suka memaafkan. Maka ampunilah kesalahan-kesalahan kami, ya Allah. (Allaahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbu al-'afwa fa'fu 'annaa yaa kariim).
    Diriwayatkan: barang siapa yang salat Maghrib dan Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, maka ia telah mendapatkan sebagian besar keutamaan malam Lailatul Qadar itu. Riwayat yang lain mengatakan, "Siapa yang salat Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, seakan-akan ia telah menghidupkan separoh malam tersebut, dan bila ia menunaikan salat Subuhnya, maka ia telah menyempurnakan seluruh malam Lailatur Qadar tersebut.
Itulah beberapa jejek Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan, yang pada dasarnya beliau mengajarkan umatnya agar bersungguh-sungguh meraih kebaikan-kebaikan yang ada padanya, dengan berbuat keta'atan, kebaikan, ibadah, terutama ibadah-ibadah sosial, seperti menolong orang lain, meringankan beban hidup orang lain, menyantuni anak yatim dan orang-orang yang papa atau memberi makan orang yang akan berbuka puasa. Di samping itu beliau juga mengajarkan umatnya agar menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan munkar, makruh, dan mubah, apalagi yang haram. Bahkan beliau memperingatkan dengan sabdanya: "Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan keji atau kotor (seperti berdusta, membicarakan orang lain atau mengadu domba), maka tidak ada artinya puasanya itu, kecuali ia hanya merasakan lapar dan dahaga saja."

Demikianlah, semoga Allah swt. menerima dan melipatgandakan amal ibadah kita, dan semoga Allah swt. memberikan kekuatan di dalam menjalankannya. Salawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad saw. Walhamdulillahirabbil'aalamiin.

===============================
Disiapkan oleh Bapak Syaerazi Dimyati

Puasa

Hukum Ringkas Puasa Ramadhan
[Print View] [kirim ke Teman]

Menyambut Ramadhan, banyak acara digelar kaum muslimin. Di antara acara tersebut ada yang telah menjadi tradisi yang “wajib” dilakukan meski syariat tidak pernah memerintahkan untuk membuat berbagai acara tertentu menyambut datangnya bulan mulia tersebut.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari kewajiban puasa yang ditetapkan syariat yang ditujukan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah k. Hukum puasa sendiri terbagi menjadi dua, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Adapun puasa wajib terbagi menjadi 3: puasa Ramadhan, puasa kaffarah (puasa tebusan), dan puasa nadzar.

Keutamaan Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur’an. Allah k berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (Al-Baqarah: 185)
Pada bulan ini para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka.
Rasulullah n bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النِّيْرَانِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِيْنُ

“Bila datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan dibelenggulah para setan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Pada bulan Ramadhan pula terdapat malam Lailatul Qadar. Allah k berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar.” (Al-Qadar: 1-5)

Penghapus Dosa
Ramadhan adalah bulan untuk menghapus dosa. Hal ini berdasar hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لَمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, dari Jum’at (yang satu) menuju Jum’at berikutnya, (dari) Ramadhan hingga Ramadhan (berikutnya) adalah penghapus dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah z)


Rukun Berpuasa

a. Berniat sebelum munculnya fajar shadiq. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah n:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari hadits ‘Umar bin Al-Khaththab z)
Juga hadits Hafshah x, bersabda Rasulullah n:

مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak berniat berpuasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
Asy-Syaikh Muqbil t menyatakan bahwa hadits ini mudhtharib (goncang) walaupun sebagian ulama menghasankannya.
Namun mereka mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, Hafshah, ‘Aisyah g, dan tidak ada yang menyelisihinya dari kalangan para shahabat.
Persyaratan berniat puasa sebelum fajar dikhususkan pada puasa yang hukumnya wajib, karena Rasulullah n pernah datang kepada ‘Aisyah x pada selain bulan Ramadhan lalu bertanya: “Apakah kalian mempunyai makan siang? Jika tidak maka saya berpuasa.” (HR. Muslim)
Masalah ini dikuatkan pula dengan perbuatan Abud-Darda, Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Hudzaifah ibnul Yaman g. Ini adalah pendapat jumhur.
Para ulama juga berpendapat bahwa persyaratan niat tersebut dilakukan pada setiap hari puasa karena malam Ramadhan memutuskan amalan puasa sehingga untuk mengamalkan kembali membutuhkan niat yang baru. Wallahu a’lam.
Berniat ini boleh dilakukan kapan saja baik di awal malam, pertengahannya maupun akhir. Ini pula yang dikuatkan oleh jumhur ulama1.
b. Menahan diri dari setiap perkara yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim hadits dari ‘Umar bin Al-Khaththab z bahwa Rasulullah n bersabda:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَأَدْرَكَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

“Jika muncul malam dari arah sini (barat) dan hilangnya siang dari arah sini (timur) dan matahari telah terbenam, maka telah berbukalah orang yang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Puasa dimulai dengan munculnya fajar. Namun kita harus hati-hati karena terdapat dua jenis fajar, yaitu fajar kadzib dan fajar shadiq. Fajar kadzib ditandai dengan cahaya putih yang menjulang ke atas seperti ekor serigala. Bila fajar ini muncul masih diperbolehkan makan dan minum namun diharamkan shalat Shubuh karena belum masuk waktu.
Fajar yang kedua adalah fajar shadiq yang ditandai dengan cahaya merah yang menyebar di atas lembah dan bukit, menyebar hingga ke lorong-lorong rumah. Fajar inilah yang menjadi tanda dimulainya seseorang menahan makan, minum dan yang semisalnya serta diperbolehkan shalat Shubuh.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas c bahwa Rasulullah n bersabda:

الْفَجْرُ فَجْرَانِ فَأَمَّا اْلأَوَّلُ فَإِنَّهُ لاَ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَلاَ يُحِلُّ الصَّلاَةَ وَأَمَّا الثَّانِي فَإِنَّهُ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَيُحِلُّ الصَّلاَةَ

“Fajar itu ada dua, yang pertama tidak diharamkan makan dan tidak dihalalkan shalat (Shubuh). Adapun yang kedua (fajar) adalah yang diharamkan makan (pada waktu tersebut) dan dihalalkan shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 1/304, Al-Hakim, 1/304, dan Al-Baihaqi, 1/377)
Namun para ulama menghukumi riwayat ini mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Abbas c dan bukan sabda Nabi n). Di antara mereka adalah Al-Baihaqi, Ad-Daruquthni dalam Sunan-nya (2/165), Abu Dawud dalam Marasil-nya (1/123), dan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh-nya (3/58). Juga diriwayatkan dari Tsauban dengan sanad yang mursal. Sementara diriwayatkan juga dari hadits Jabir dengan sanad yang lemah.
Wallahu a’lam. 

1 Cukup dengan hati dan tidak dilafadzkan dan makan sahurnya seseorang sudah menunjukkan dia punya niat berpuasa, red


Siapa yang Diwajibkan Berpuasa?

Orang yang wajib menjalankan puasa Ramadhan memiliki syarat-syarat tertentu. Telah sepakat para ulama bahwa puasa diwajibkan atas seorang muslim yang berakal, baligh, sehat, mukim, dan bila ia seorang wanita maka harus bersih dari haidh dan nifas.
Sementara itu tidak ada kewajiban puasa terhadap orang kafir, orang gila, anak kecil, orang sakit, musafir, wanita haidh dan nifas, orang tua yang lemah serta wanita hamil dan wanita menyusui.
Bila ada orang kafir yang berpuasa, karena puasa adalah ibadah di dalam Islam maka tidak diterima amalan seseorang kecuali bila dia menjadi seorang muslim dan ini disepakati oleh para ulama.
Adapun orang gila, ia tidak wajib berpuasa karena tidak terkena beban beramal. Hal ini berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib z bahwa Rasulullah n bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ وَعَنِ الصَّبِي حَتَّى يَحْتَلِمَ

“Diangkat pena (tidak dicatat) dari 3 golongan: orang gila sampai dia sadarkan diri, orang yang tidur hingga dia bangun dan anak kecil hingga dia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Meski anak kecil tidak memiliki kewajiban berpuasa sebagaimana dijelaskan hadits di atas, namun sepantasnya bagi orang tua atau wali yang mengasuh seorang anak agar menganjurkan puasa kepadanya supaya terbiasa sejak kecil sesuai kesanggupannya.
Sebuah hadits diriwayatkan Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz x:
“Utusan Rasulullah n mengumumkan di pagi hari ‘Asyura agar siapa di antara kalian yang berpuasa maka hendaklah dia menyempurnakannya dan siapa yang telah makan maka jangan lagi dia makan pada sisa harinya. Dan kami berpuasa setelah itu dan kami mempuasakan kepada anak-anak kecil kami. Dan kami ke masjid lalu kami buatkan mereka mainan dari wol, maka jika salah seorang mereka menangis karena (ingin) makan, kamipun memberikan (mainan tersebut) padanya hingga mendekati buka puasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sementara itu, bagi orang-orang lanjut usia yang sudah lemah (jompo), orang sakit yang tidak diharapkan sembuh, dan orang yang memiliki pekerjaan berat yang menyebabkan tidak mampu berpuasa dan tidak mendapatkan cara lain untuk memperoleh rizki kecuali apa yang dia lakukan dari amalan tersebut, maka bagi mereka diberi keringanan untuk tidak berpuasa namun wajib membayar fidyah yaitu memberi makan setiap hari satu orang miskin.
Berkata Ibnu Abbas c:
“Diberikan keringanan bagi orang yang sudah tua untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari kepada seorang miskin dan tidak ada qadha atasnya.” (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh keduanya)
Anas bin Malik z tatkala sudah tidak sanggup berpuasa maka beliau memanggil 30 orang miskin lalu (memberikan pada mereka makan) sampai mereka kenyang. (HR. Ad-Daruquthni 2/207 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 7/204 dengan sanad yang shahih. Lihat Shifat Shaum An-Nabi, hal. 60)
Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa namun wajib atas mereka menggantinya di hari yang lain adalah musafir, dan orang yang sakit yang masih diharap kesembuhannya yang apabila dia berpuasa menyebabkan kekhawatiran sakitnya bertambah parah atau lama sembuhnya.
Allah k berfirman:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 184)
Demikian pula bagi wanita hamil dan menyusui yang khawatir terhadap janinnya atau anaknya bila dia berpuasa, wajib baginya meng-qadha puasanya dan bukan membayar fidyah menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat para ulama.
Hal ini berdasar hadits Anas bin Malik Al-Ka’bi z, bersabda Rasulullah n:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلاَةِ وَالصَّوْمَ وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

“Sesungguhnya Allah telah meletakkan setengah shalat dan puasa bagi orang musafir dan (demikian pula) bagi wanita menyusui dan yang hamil.” (HR. An-Nasai, 4/180-181, Ibnu Khuzaimah, 3/268, Al-Baihaqi, 3/154, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Yang tidak wajib berpuasa namun wajib meng-qadha (menggantinya) di hari lain adalah wanita haidh dan nifas.
Telah terjadi kesepakatan di antara fuqaha bahwa wajib atas keduanya untuk berbuka dan diharamkan berpuasa. Jika mereka berpuasa, maka dia telah melakukan amalan yang bathil dan wajib meng-qadha.
Di antara dalil atas hal ini adalah hadits Aisyah x:

كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُأْمَرُ بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلاَ نُأْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

“Adalah kami mengalami haidh lalu kamipun diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Wallohu a’lam

20 Agustus, 2009

Muhamadiyyah , awali Ramadhan 22 Agustus 2009

Yogyakarta – Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kamis (23/07/2009) melalui Maklumat Nomor : 06/MLM/I.0/E/2009 mengumumkan penetapan tanggal 1 Ramadhan 1430 H berterpatan dengan hari Sabtu Pahing, tanggal 22 Agustus 2009. Menurut keterangan yang menyertai maklumat tersebut, penentuan tersebut sesuai hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Di dalam maklumat tersebut dinyatakan bahwa ijtimak menjelang Ramadhan 1430 H terjadi pada hari Kamis Kliwon tanggal 20 Agustus 2009 M pukul 17:02:48 WIB. Data astronomis yang menjadi dasar penentuan tersebut adalah tinggi hilal pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta ( f = -07° 48¢ dan l = 110° 21¢ BT ) = -01° 10¢ 20² (hilal belum wujud) dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam Hilal di bawah ufuk.

Idul Fitri dan Idul Adha 1430 H

Dalam maklumat tersebut, PP Muhammadiyah juga menyertakan Tausiyah Ramadhan yang salah satunya mengingatkan agar bulan Ramadhan ini dijadikan momentum untuk mempertautkan kembali hati yang mungkin selama Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah terjadi perbedaan pendapat dan pilihan sehingga menimbulkan keretakan hati.

Selain penetapan 1 Ramadhan, Maklumat tersebut juga memuat penetapan 1 syawwal 1430 H jatuh pada hari Ahad Legi tanggal 20 September 2009 , dan 'Idul Adha (10 Dzulhijjah 1430 H) jatuh pada hari Jum’at Wage tanggal 27 Nopember 2009 M. (Arif)

Mengapa ISLAM menggunakan Kalender Bulan

Mengapa Islam Memakai Kalender Bulan?
21/02/2008

Sejak awal peradaban, manusia sudah merasakan perlunya sistem pembagian waktu menjadi satuan-satuan periode "bulan" dan "tahun" yang lazim disebut Kalender atau Taqwim (Arab). Kebutuhan manusia akan sistem kalender itu bertemali dengan kepentingan kehidupan sehari-hari mereka dan atau kepentingan kehidupan keagamaan mereka.

Acuan yang digunakan untuk menyusun kalender atau taqwim tersebut adalah siklus pergerakan dua benda langit yang sangat besar pengaruhnya pada kehidupan manusia di Bumi, yakni Bulan dan Matahari. Kalender yang disusun berdasarkan siklus sinodik Bulan dinamakan Kalender Bulan (Qamariyah, Lunar). Kalender yang disusun berdasarkan siklus tropik Matahari dinamakan Kalender Matahari (Syamsiyah, Solar). Sedangkan kalender yang disusun dengan mengacu kepada keduanya dinamakan Kalender Bulan-Matahari (Qamariyah-Syamsiyah, Luni-Solar).

Sekitar empat ribu tahun lebih sebelum masehi, bangsa Arab telah membuat Kalender Matahari atau Syamsiyah. Pada waktu itu tahun Syamsiyah terdiri dari 365 hari dengan rincian 360 hari dibagi menjadi 12 bulan dengan umur masing-masing 30 hari, dan 5 hari untuk pesta perayaan tahunan bangsa Arab. Belakangan Kalender Syamsiyah itu digunakan juga oleh masyarakat Romawi. Bangsa Arab sendiri kemudian beralih pada Kalender Bulan atau Qamariyah yang digunakan juga oleh masyarakat Mesir kuno dan Babilonia. Kalender Qamariyah¬Syamsiyah digunakan oleh orang-orang Cina dan India.

Islam yang datang untuk pertama kalinya kepada masyarakat Arab mengukuhkan penggunaan kalender qamariyah yang telah berlaku di kalangan mereka itu dengan cara mengaitkan waktu pelaksanaan beberapa ketentuan syari'ahnya kepada kalender tersebut serta membuat sistemnya menjadi mapan. Islam -misalnya- memapankan konsep ''bulan'' (syahr, month) dalam kalender tersebut sebagai periode waktu yang membentang di antara dua penampakan hilal berurutan, dan "tahun" (sanah) sebagai periode waktu yang terdiri dari dua belas "bulan". Ketika orang-orang kafir menyisipkan tambahan bulan untuk menunda masuknya bulan Muharram, al-Qur'an (at-Taubah: 37) mengecamnya dengan menegaskan bahwa perbuatan mereka itu hanyalah menambah kekafiran belaka.

Jatuhnya pilihan Islam terhadap sistem qamariyah sebagai kalender formal syar'inya agaknya bukan semata karena kebetulan ia turun untuk pertama kalinya kepada masyarakat pengguna kalender itu, tetapi sistem kalender qamariyah itu -dibandingkan dengan syamsiyah- adalah lebih sejalan dengan karakter Islam sendiri sebagai agama yang mudah.

Dalam kalender qamariyah, umur bulan (syahr) bisa diketahui dengan mudah melalui pengamatan yang sederhana terhadap Bulan. Hal itu terkait dengan sunnatullah tentang siklus pergerakan Bulan yang membuat Bulan hadir dalam pengamatan manusia di Bumi dalam posisi dan bentuk penampakan yang selalu berubah setiap hari secara signifikan. Perubahan itu berupa pergeseran posisinya ke arah Timur sejauh rata-rata 13° setiap hari atau setara dengan 26 kali garis tengah piringannya, dan pergeseran itu sekaligus mengakibatkan perubahan bentuk penampakannya. Mengenai fenomena ini Al-Qur' an (Yasin: 39) menyatakan: "Kami tetapkan bagi Bulan manzilah-manzilah, sehingga kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua."

Keadaan seperti itu tidak terjadi pada Matahari yang hadir dengan bentuk penampakan yang relatif sama setiap hari. Meskipun sebenarnya posisi Matahari itu juga bergeser, yakni ke Utara atau ke Selatan, tetapi pergeserannya itu terjadi tidak secara mencolok karena per hari rata-rata hanya sebesar 0° 15' 24,54", atau hanya setengah kali garis tengah piringannya. Karena itu -tidak seperti dalam kalender qamariyah- umur bulan dalam kalender syamsiyah tidak bisa dengan mudah diketahui lewat pengamatan yang sederhana terhadap Matahari.

Dengan penghampiran ini dapatlah dipahami kalau Nabi SAW memberi petuniuk kepada kaum muslimin generasi awal-yang masih Ulnmi-4 untuk memulai dan mengakhiri puasa Ramadan berdasarkan rukyat atau pengamatan terhadap penampakan Hilal. Dengan gambaran sebagaimana telah dikemukakan, perintah rukyat tersebut tentu menjadi tidak relevan seandainya Islam menjatuhkan pilihannya pada kalender "syamsiyah".

KH Abdul Salam Nawawi
Ketua Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur

19 Agustus, 2009

Sholat Duha

Sebagian kita sudah tak asing lagi dengan sholat sunnah yang satu ini. Namun adalah tidak berlebihan manakala kita saling mengingatkan untuk kebaikan, karena sering kita dengar dan banyak yang menyampaikan “sampaikan walaupun hanya satu ayat” dan itu adalah implementasi dari dakwah setiap pribadi dengan segala keterbatasan pemahaman dan pengetahuannya tentang agama Islam. Tetapi pengetahuan belumlah cukup menunjukkan adanya korelasi perbuatan serta pengamalan dalam beribadah. Hal ini bisa jadi karena kita malas, tak punya waktu mengerjakannya, tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya, tidak tahu segenap keutamaannya ( fadilah ) yang tersembunyi didalamnya.

Waktu Sholat Duha
Kata dhuha yang mengiringi sholat sunnah ini berarti terbit atau naiknya matahari. Wajar bila sholat ini, kemudian, dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Namun, beberapa ulama fikh berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya.
Imam Nawawi di dalam kitab ar-Raudah mengatakan bahwa waktu sholat dhuha itu dimulai, sejak terbitnya matahari, yakni sekitar setinggi lembing (lebih kurang 18 derajat). Sementara Abdul Karim bin Muhammad ar-Rifai, seorang ahli fikih bermazhab Syafi’i berkomentar bahwa sholat itu lebih utama bila dikerjakan saat matahari lebih tinggi dari itu.
Ada sebuah hadits yang menentukan perihal dhuha di atas. Zaid bin Arqam meriwayatkan: ” Rasulullah SAW keluar menemui penduduk Quba di saat mereka melaksanakan sholat dhuha, lalu Rasulullah SAW, bersabda : “Sholat dhuha dilakukan apabila anak anak unta telah merasa kepanasan (karena tersengat matahari)’. ( H.R. Muslim dan Ahmad bin Hanbal).

Rakaat Dhuha
Sholat dhuha merupakan sholat yang tidak menyusahkan untuk dikerjakan. Sebab, pasalnya sholat dhuha itu menyesuaikan kemampuan dan kesempatan muslim yang hendak mengamalkannya. Poin ini tergambar dengan jelas pada bilangan raka’atnya. Mulai dari 2 raka’at, 4 raka’at, 8 raka’at hingga 12 raka’at. Masing masing raka’at memiliki sandaran hadits Rasulullah SAW, sebagaimana yang penulis singgung di atas.
Sayid Sabiq, ahli fikih dari Mesir, menyimpulkan bahwa batas minimal sholat dhuha itu 2 raka’at sedangkan batas maksimalnya adalah delapan raka’at. Pada ketentuan minimal dapat ditemukan pada hadits riwayat Abu Hurairah. Sementara ketentuan maksimal dapat ditemukan pada hadits fi’li (perbuatan) yang diriwayatkan Aisyah,r.a, “Rasulullah SAW, masuk kerumah saya lalu melakukan sholat dhuha sebanyak delapan raka’at.” (H.R. Ibnu Hiban)
Bahkan lebih dari itu, menurut ulama mazhab Hanafi jumlah maksimal raka’at sholat dhuha itu enam belas raka’at. Sedang Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi’i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk jumlah raka’at sholat


Keutamaan Shalat Dhuha

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan: “Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku mengenai tiga hal : agar aku berpuasa sebanyak tga hari pada setiap bulan, melakukan sholat dhuha dua raka’at dan melakukan sholat witir sebelum tidur.” (H.R. Bukhari & Muslim).
Di hadits yang lain dikatakan bahwa Mu’azah al Adawiyah bertanya kepada Aisyah binti Abu Bakar r.a : apakah Rasulullah SAW, melakukan sholat dhuha?” Aisyah menjawab,” Ya, Rasulullah SAW melakukannya sebanyak empat raka’at atau menambahnya sesuai dengan kehendak Allah SWT.” (H.R. Muslim, an-Nasa’i, at-Tirmizi, dan Ibnu Majah). Demikianlah hadits hadits tersebut meneguhkan ihwal kesunnahan sholat dhuha.
Status sunnah sholat dhuha di atas tentu saja tidak berangkat dari ruang kosong. Berdasarkan tinjauan agama, paling tidak beragam keutamaanya (fadilah) yang bisa ditarik:
Pertama: sholat dhuha merupakan ekspresi terima kasih kita kepada Allah SWT, atas nikmat sehat bugarnya setiap sendi tubuh kita. menurut Rasulullah SAW, setiap sendi ditubuh kita berjumlah 360 sendi yang setiap harinya harus kita beri sedekah sebagai makanannya. Dan kata Nabi SAW, sholat dhuha adalah makanan sendi-sendi tersebut.
“Pada setiap manusia diciptakan 360 persendian dan seharusnya orang yang bersangkutan (pemilik sendi) bersedekah untuk setiap sendinya.” Lalu, para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah SAW, siapa yang sanggup melakukannya?’ Rasulullah SAW menjelaskan:” Membersihkan kotoran yang ada di masjid atau menyingkirkan sesuatu (yang dapat mencelakakan orang) dari jalan raya, apabila ia tidak mampu maka sholat dhuha dua raka’at, dapat menggantikannya” (H.R. Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud)

Kedua, sholat dhuha merupakan wahana pengharapan kita akan rahmat dan nikmat Allah sepanjang hari yang akan dilalui, entah itu nikmat fisik maupun materi. Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali kali engkau malas melakukan sholat empat raka’at pada pagi hari, yaitu sholat dhuha, niscaya nanti akan Kucukupi kebutuhanmu hingga sore harinya.” (H.R. al-Hakim dan at-Tabrani).
Lebih dari itu, momen sholat dhuha merupakan saat dimana kita mengisi kembali semangat hidup baru. Kita berharap semoga hari yang akan kita lalui menjadi hari yang lebih baik dari hari kemarin. Disinilah, ruang kita menanam optimisme hidup. Bahwa kita tidak sendiri menjalani hidup. Ada Sang Maha Rahman yang senantiasa akan menemani kitadalam menjalani hidup sehari-hari.

Ketiga, sholat dhuha sebagai pelindung kita untuk menangkal siksa api neraka di Hari Pembalasan (Kiamat) nanti. Hal ini ditegaskan Nabi SAW dalam haditsnya, “Barangsiapa melakukan sholat fajar, kemudian ia tetap duduk ditempat shalatnya sambil berdzikir hingga matahari terbit dan kemudian ia melaksanakan sholat dhuha sebanyak dua raka’at, niscaya Allah SWT, akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh atau membakar tubuhnya,” (H.R. al-Baihaqi)

Keempat, bagi orang yang merutinkan shalat dhuha, niscaya Allah mengganjarnya dengan balasan surga. Rasulullah SAW bersabda, “Di dalam surga terdapat pintu yang bernama bab ad-dhuha (pintu dhuha) dan pada hari kiamat nanti ada orang yang memanggil, “Di mana orang yang senantiasa megerjakan sholat dhuha? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah.” (H.R. at-Tabrani).
Bila menilik serangkaian fadilah di atas, cukup beralasan, bila Nabi SAW menghimbau umatnya untuk senantiasa membiasakan diri dengan sholat dhuha ini. Kendati demikian, untuk meraih fadilah tersebut, beberapa catatan diatas semoga bias memberikan manfaat bagi kita . Wallahu’alam bis shawab. Wallohulmuafik biakwaamithoriq Wass,Wr.Wb (dari berbagai sumber)

Asmaul Husna


ALLAH memiliki nama-nama yang baik yang disebut dengan Asmaul Husna. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa al-Asma al-Husna ini jumlahnya ada 99, karena ALLAH menyukai bilangan yang ganjil." Sesungguhnya ALLAH mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Sembilan puluh sembilan nama tersebut menggambarkan betapa baiknya ALLAH. Nama-nama dalam Asmaul Husna ini, ALLAH sendirilah yang menciptakannya.

Dia-lah ALLAH yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang Membentuk Rupa, yang Mempunyai Nama-Nama yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr: 24)

Sebutlah nama-nama ALLAH, dalam setiap zikir dan doa kita. Jika kita memohon diberi petunjuk, sebutlah nama Al-Hâdi (Maha Pemberi Petunjuk). Jika kita mohon diberi sifat kasih sayang, sebutlah nama Ar-Rahmân (Maha Pengasih). Semoga doa kita akan semakin makbul.
Anjuran untuk menggunakan Asmaul Husna dalam berzikir dan berdoa, diterangkan oleh ALLAH SWT dalam Al-Quran.

Hanya milik ALLAH asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'râf: 180)

Asmaul Husna hanya milik ALLAH SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama yang baik tsb dalam kehidupan sehari-hari.

1. Allah

2. Ar-Rahman - Maha Pemurah

3. Ar-Rahim - Maha Penyayang

4. Al-Malik - Maha Merajai/Pemerintah

5. Al-Quddus - Maha Suci

6. As-Salam - Maha Penyelamat

7. Al-Mu’min - Maha Pengaman

8. Al-Muhaymin - Maha Pelindung/Penjaga

9. Al-’Aziz - Maha Mulia/Perkasa

10. Al-Jabbar - Maha Pemaksa

11. Al-Mutakabbir - Maha Besar

12. Al-Khaliq - Maha Pencipta

13. Al-Bari’ - Maha Perancang

14. Al-Musawwir - Maha Menjadikan Rupa Bentuk

15. Al-Ghaffar - Maha Pengampun

16. Al-Qahhar - Maha Menundukkan

17. Al-Wahhab - Maha Pemberi

18. Ar-Razzaq - Maha Pemberi Rezeki

19. Al-Fattah - Maha Pembuka

20. Al-’Alim - Maha Mengetahui

21. Al-Qabid - Maha Penyempit Hidup

22. Al-Basit - Maha Pelapang Hidup

23. Al-Khafid - Maha Penghina

24. Ar-Rafi’ - Maha Tinggi

25. Al-Mu’iz - Maha Pemberi Kemuliaan/Kemenangan

26. Al-Muthil - Maha Merendahkan

27. As-Sami’ - Maha Mendengar

28. Al-Basir - Maha Melihat

29. Al-Hakam - Ma! ha Menghukum

30. Al-’Adl - Maha Adil

31. Al-Latif - Maha Halus

32. Al-Khabir - Maha Waspada

33. Al-Halim - Maha Penyantun

34. Al-’Azim - Maha Agong

35. Al-Ghafur - Maha Pengampun

36. Ash-Shakur - Maha Pengampun

37. Al-’Aliyy - Maha Tinggi Martabat-Nya

38. Al-Kabir - Maha Besar

39. Al-Hafiz - Maha Pelindung

40. Al-Muqit - Maha Pemberi Keperluan

41. Al-Hasib - Maha Mencukupi

42. Aj-Jalil - Maha Luhur

43. Al-Karim - Maha Mulia

44. Ar-Raqib - Maha Pengawas

45. Al-Mujib - Maha Mengabulkan

46. Al-Wasi’ - Maha Luas Pemberian-Nya

47. Al-Hakim - Maha Bijaksana

48. Al-Wadud - Maha Pencinta

49. Al-Majid - Maha Mulia

50. Al-Ba’ith - Maha Membangkitkan

51. Ash-Shahid - Maha Menyaksikan

52. Al-Haqq - Maha Benar

53. Al-Wakil - Maha Berserah

54. Al-Qawiyy - Maha Memiliki Kekuatan

55. Al-Matin - Maha Sempurna Kekuatan-Nya

56. Al-Waliyy - Maha Melinuingi

57. Al-Hamid - Maha Terpuji

58. Al-Muhsi - Maha Menghitung

59. Al-Mubdi’ - Maha Memulai/Pemula

60. Al-Mu’id - Maha Mengembalikan

61. Al-Muhyi - Maha Menghidupkan

62. Al-Mumit - Maha Mematikan

63. Al-Hayy - Maha Hidup

64. Al-Qayyum - Maha Berdiri Dengan Sendiri-Nya

65. Al-Wajid - Maha Menemukan

66. Al-Majid - Maha Mulia

67. Al-Wahid - Maha Esa

68. As-Samad - Maha Diminta

69. Al-Qadir - Maha Kuasa

70. Al-Muqtadir - Maha Menentukan

71. Al-Muqaddim - Maha Mendahulukan

72. Al-Mu’akhkhir - Maha Melambat-lambatkan

73. Al-’Awwal - Maha Pemulaan

74. Al-’Akhir - Maha Penghabisan

75. Az-Zahir - Maha Menyatakan

76. Al-Batin - Maha Tersembunyi

77. Al-Wali - Maha Menguasai Urusan

78. Al-Muta’ali - Maha Suci/Tinggi

79. Al-Barr - Maha Bagus (Sumber Segala Kelebihan)

80. At-Tawwab - Maha Penerima Taubat

81. Al-Muntaqim - Maha Penyiksa

82. Al-’Afuww - Maha Pemaaf

83. Ar-Ra’uf - Maha Mengasihi

84. Malik Al-Mulk - Maha Pemilik Kekuasaan

85. Zhul-Jalali wal-Ikram - Maha Pemilik Keagungan dan Kemuliaan

86. Al-Muqsit - Maha Mengadili

87. Aj-Jami’ - Maha Mengumpulkan

88. Al-Ghaniyy - Maha Kaya Raya

89. Al-Mughni - Maha Penberi Kekayaan

90. Al-Mani’ - Maha Membela/Menolak

91. Ad-Darr - Maha Pembuat Bahaya

92. An-Nafi’ - Maha Pemberi Manfaat

93. An-Nur - Maha Pemberi Cahaya

94. Al-Hadi - Maha Pemberi Petunjuk

95. Al-Badi’ - Maha Indah/Tiada Bandingan

96. Al-Baqi - Maha Kekal

97. Al-Warith - Maha Membahagi/Mewarisi

98. Ar-Rashid - Maha Pandai/Bijaksana

99. As-Sabur - Maha Penyabar

15 Agustus, 2009

Renungan Hari Ini

Berharap Pertolongan Allah

Hampir semua orang pernah mengalami masa-masa sulit seperti roda yang selalu berputar, kadang hidup kita di atas, di waktu lain berpindah ke bawah. Kita sebagai manusia yang serba memiliki kelemahan (Q.S. 4 : 28) akan selalu mengharapkan pertolongan Allah l yang Maha Kuasa, khususnya pada saat-saat yang sulit dan kritis.
Allah selalu memberikan pertolongan-Nya kepada kita hanya bila ada upaya dan usaha dari diri kita sendiri. Allah tidak memberi pertolongan-Nya sebagai sesuatu yang dijatuhkan begitu saja dari langit. Allah l berfirman :

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. 13:11)

Adapun upaya yang harus kita lakukan untuk mendapat pertolongan Allah SWT diantaranya adalah :

1. Beriman kepada Allah l dan beramal shalih, Allah l berfirman :
Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)
2. Ikhlash merupakan kunci penting bagi terbukanya pintu pertolongan Allah l dan sesungguhnya pekerjaan tanpa niat yang ikhlash akan menjadi sia-sia. Allah l berfirman :
" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus,… (QS. 98:5)

3. Menolong dan membela agama Allah l, Firman Allah l :
" Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. 47:7)

Ayat tersebut menegaskan bahwa pertolongan Allah bersifat aksioma, sebagai konsekuensi dari loyalitas yang tinggi yang dimiliki orang-orang yang beriman., karena syarat dari datangnya pertolongan Allah l dalam ayat ini adalah kita diminta untuk terlebih dahulu menolong dan membela agama Allah l.

4.Bersungguh-sungguh dengan mengerahkan segenap pengorbanan, tenaga dan waktu kita di jalan Allah l. Firman Allah l :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (QS. 29:69)

Kita harus meyakini bahwa kehidupan di dunia ini merupakan ujian yang Allah l berikan kepada kita, selama kita masih hidup, selama itu pula kita diperintahkan untuk terus berusaha dan berjuang sebatas kemampuan manusiawi. Firman Allah dalam Alquran:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ……". (QS. 2:286)

5.Bersabar dalam menghadapi ujian dari Allah l sambil tetap menjaga ketakwaan kita., karena bersabar dalam penderitaan dan kesenangan menjadikan kita selalu dekat kepada Allah sebagaimana Firman Allah dalam AlQuran:
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (QS. 3:200)

6. Tetap memelihara sikap istiqamah, karena orang yang beristiqamah atau berpegang teguh pada petunjuk Allah akan selalu berada dalam kebenaran di dalam meniti kehidupan ini dan akan dibebaskan oleh Allah dari perasaan resah, takut dan khawatir menghadapi segala ujian dan cobaan hidup, sehingga mereka merasa aman dan tentram tanpa merasa sedih dan was-was. Firman-Nya :

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:"Rabb kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS. 46:13)

7. Kemudian berdoalah dengan penuh kepasrahan kepada Allah, sebagaimana Firman-Nya :
" Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. 2:186)
Berdoa dengan rasa takut dan suara lirih, merupakan salah satu bentuk kesungguhan dan kepasrahan di hadapan Allah l.

8. Setelah itu janganlah kita berputus asa dari rahmat Allah , karena akan menjadikan diri kita berada dalam kesulitan, seperti yang termaktub dalam firman-Nya :
"Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 39:53)

Setelah kita mampu bersikap seperti diatas, maka nantikanlah pertolongan Allah yang pasti datang . Firman Allah dalam Alqur'an :
"Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong." (QS. 25:31)

Hanya saja perlu dicatat, jangan diartikan bahwa pertolongan Allah itu selalu datang dalam bentuk yang sesuai dengan keinginan kita, bisa saja Allah memberi pertolongan dalam bentuk yang tidak kita inginkan, bahkan sebaliknya. Tetapi yakinilah bahwa itu adalah awal dari sesuatu yang baik.

Wallahu A`lam Bishshawab.

Masugie (diambil dari berbagai sumber)

14 Agustus, 2009

Program Islami



The Koran 7.10

download disini

The Koran 7.01 adalah program animasi grafis untuk Windows sehingga kita dapat membaca n (Alquran).
Fitur:
The Koran 7.01 dalam format mp3 untuk suara, pada 9-22 bahasa di dunia,
Dapat , mengubah ukuran dan warna font ,serta halaman secara pribadi,
Dapat dicetak dengan berbagai pilihan cetak, dengan menggunakan berbagai sistem huruf, mesin pencari,
Membuka dan menyimpan teks digarisbawahi, pada titik surat tertentu , membuat Alquran untu halaman HMTL ,
Dapat Mensetting waktu sholat, menentukan penaggalanHijriah dan Gregorian.
dan merupakan program GRATIS/FREE .

Juzz Amma

Program ini juga bisa kita manfaatkan untuk pembelajaran kita dalam menghapal Surat-surat pendek dalam Al'quran (Juzz Amma), khususnya buat anak-anak kita yang tercinta, semoga bermanfaat.
Bisa di download di sini

Al Qur'an


Al-Qur'an (dalam bahasa Arab قُرْآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.

Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)